aliran sesat di indonesia


  1. 1.      Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)


Pendiri             : Ahmad Musadeq
didirikan pada             : 2006

Gerakan mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Judaisme (Yahudi) ini awalnya berkembang di sejumlah wilayah Depok, terutama di wilayah Beji dan Cilodong. Kemudian pada 2010, ajaran ini mengubah nama menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar).
Pengikut Komar umumnya adalah masyarakat biasa dan tidak terlihat mencolok.
Berdasarkan penelusuran oleh pihak berwajib selama ini, kuat dugaan orang-orang berada dalam kondisi labil dan kesulitan ekonomi dapat dengan mudahnya dirayu bergabung ke dalam
aliran sesat itu.
Gafatar dikatakan sesat karena menganggap orang lain yang belum disumpah oleh kelompok mereka adalah kafir.
Dalam ajarannya, para pengikut Gafatar hanya melakukan salat malam, tanpa perlu melaksanakan salat lima waktu. Mereka juga tidak mewajibkan puasa Ramadhan, dan adanya perbedaan syahadat yang mereka sebutkan dalam pembai’atan.
Mereka kerap mengaku sebagai pengikut ajaran Nabi Ibrahim, sehingga mereka pun mencampuradukkan ajaran tiga agama samawi (Islam, Nasrani, Judaisme), dan menganggap semua ajaran agama itu sama.

  1. 2.      Mukmin Mubaligh


Pendiri             : Ahmad Musadeq.

Dalam kepercayaan aliran Mukmin Mubaligh ini, para pengikutnya mengklaim terdapat sejumlah kelebihan mereka miliki dibandingkan dengan ajaran Islam.
Hal ini, menurut mereka, dikarenakan aliran itu datang setelah Islam untuk
menyempurnakannya. Menurut mereka, kondisi yang mereka rasakan saat ini dianggap sama dengan kondisi awal-awal kedatangan agama Islam dan Nabi Muhammad SAW di Makkah, datang menyempurnakan ajaran Nabi Isa.
Mereka mengklaim hal paling mendasar antara Islam dengan Mukmin Mubaligh adalah pemahaman tentang istilah Khatamul Quran.
Istilah ini dianggap oleh orang Islam sebagai kesempurnaan ajaran Islam, serta tidak ada lagi nabi diutus setelah Muhammad SAW.
Sementara dalam pemahaman Mukmin
Mubaligh, Khatamul Quran ditunjukan untuk penyebaran Islam pada saat itu (semasa Rasulullah), tetapi tidak sama dengan kondisi Islam saat ini. Pasalnya, mereka berkeyakinan bahwa Allah SWT telah berjanji akan menurunkan nabi atau rasul untuk tiap umat,
pada masa yang berbeda-beda.
Selain kejanggalan tersebut, jamaah aliran ini juga membedakan identitas mereka dengan ajaran islam yang umumnya dipahami, dengan
memaknai pemahaman kata din dalam
Alquran. Menurut mereka, kata-kata din
bukanlah dipahami dengan istilah ‘Agama’ seperti muslim kebanyakan. Tapi kata din itu bisa diartikan sebagai aliran atau paham ketuhanan.
Pengikut Mukmin Mubaligh juga mengaku mereka tidak percaya dengan hadist. Pasalnya, menurut logika mereka, masa pembukuan
hadist itu sendiri sangat jauh dengan masa atau tahun meninggalnya Nabi Muhammad SAW.
Sejumlah hadist yang ada saat ini, menurut pengakuan para pengikut Mukmin Mubaligh, sudah tidak murni lagi dan telah banyak ditambah-tambahkan oleh para ulama Islam.
Perbedaan lainnya adalah tata cara
sembahyang yang dianjurkan dalam
pemahaman Mukmin Mubaligh. Para Pengikut Mukmin Mubaligh hanya diwajibkan untuk melaksanakan salat sekali dalam sehari semalam sebagai kewajibannya.
Shalat ala pengikut Mukmin Mubaligh ini diketahui juga tidak memakai hitungan rakaat, sebagaimana muslim biasanya.
Mereka hanya cukup mematikan lampu dan menyalakan lilin, serta merenungi dosa yang telah diperbuat oleh mereka selama ini. Dalam pemahaman Mukmin Mubaligh, ketulusan hati adalah inti dari ajaran mereka. Pengikut Mukmin Mubaligh juga dilarang memakan
setiap makanan yang diberikan oleh orang lain sesama umat muslim, meskipun dari orang tua mereka dengan alasan haram. Semua ajaran tersebut, menurut pengakuan pengikut Mukmin
Mubaligh, hanyalah bersifat sementara hingga ajaran mereka mampu menguasai negara ini.

  1. 3.      Ahmadiyah


Pendiri             : Mirza Ghulam Ahmad

Ahmadiyah masuk ke Indonesia tahun 1935, tapi mereka mengklaim diri telah masuk ke negeri ini sejak tahun 1925. Tahun 2000, mendiang khalifah Ahmadiyah dari London, Tahir Ahmad, bertemu dengan Presiden Abdurahman Wahid. Kini Ahmadiyah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain. Basis-basis Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat dan Lombok telah dihancurkan massa (2002/2003) karena mereka sesumbar dan mengembangkan kesesatannya.
Tipuan Ahmadiyah Qadyan, mereka mengaku bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu nabi namun tidak membawa syariat baru. Tipuan mereka itu dusta, karena mereka sendiri mengharamkan wanitanya nikah dengan selain orang Ahmadiyah. Sedangkan Nabi Muhammad saw tidak pernah mensyariatkan seperti itu, jadi itu syari’at baru mereka. Sedangkan Ahmadiyah Lahore yang di Indonesia berpusat di Jogjakarta mengatakan, Mirza Ghulam Ahmad itu bukan nabi tetapi Mujaddid. Tipuan mereka ini dusta pula, karena mereka telah mengangkat pembohong besar yang mengaku mendapatkan wahyu dari Allah, dianggap sebagai mujaddid.

  1. 4.      Salamullah


 Pendiri            :  Lia Aminuddin, di Jakarta.

Dia mengaku sebagai Imam Mahdi yang mempercayai reinkarnasi. Lia mengaku sebagai jelmaan roh Maryam, sedang anaknya, Ahmad Mukti yang kini hilang, mengaku sebagai jelmaan roh Nabi Isa as.
Dan imam besar agama Salamullah ini Abdul Rahman, seorang mahasiswa alumni UIN Jakarta, yang dipercaya sebagai jelmaan roh Nabi Muhammad saw.
Ajaran Lia Aminuddin yang profesi awalnya perangkai bunga kering ini difatwakan MUI pada 22 Desember 1997 sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan. Pada tahun 2003, Lia Aminuddin mengaku mendapat wahyu berupa pernikahannya dengan pendampingnya yang dia sebut Jibril. Karena itu, Lia Aminuddin diubah namanya menjadi Lia Eden sebagai lambang surga, menurut kitabnya yang berjudul Ruhul Kudus.
Pengikutnya makin menyusut, kini tinggal 70-an orang, maka ada “wahyu-wahyu” yang menghibur atas larinya orang dari Lia.

  1. 5.      LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)


Pendiri                         : Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad.
Didirikan pada            : tahun 1951

Paham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971. Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam, Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972. Pengikut gerakan ini pada pemilu 1971 berafiliasi dan mendukung GOLKAR).
Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama oleh Jenderal Rudini (Mendagri), 1990/1991, menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia).

Penyelewengan utamanya, menganggap al-Qur’an dan as-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya). Gerakan ini membuat syarat baru tentang sahnya keislaman seseorang. Orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis.
Modus operandi gerakan ini mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka secara rutin. Peserta akan diberikan ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, boleh ditebus dengan uang oleh anggota ini.

  1. 6.      NII KW IX


Pendiri             : Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
Didirikan pada          : 7 Agustus 1949 di Cisayong Tasikmalaya Jawa Barat

nama NII itu berupa penjelasan singkat tentang proklamasi. Pada tahun 1980-an ketika diadakan musyawarah tiga wilayah besar (Jawa Barat, Sulawesi, dan Aceh) di Tangerang Jawa Barat, diputuskan bahwa Adah Djaelani Tirtapradja diangkat menjadi Imam NII. Lalu ada pemekaran wilayah NII yang tadinya 7 menjadi 9, penambahannya itu KW VIII (Komandemen Wilayah VIII) Priangan Barat (mencakup Bogor, Sukabumi, Cianjur), dan KW IX Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi).
Pada dekade 1990-an KW IX dijadikan sebagai Ummul Quro (ibukota negara) bagi NII, menggantikan Tasikmalaya, atas keputusan Adah Djaelani. Karena pentingnya menguasai ibukota sebagai pusat pemerintahan, maka dibukalah program negara secara lebih luas, dan puncaknya ketika pemerintahan dipegang Abu Toto Syekh Panjigumilang (yang juga Syekh Ma’had Al-Zaitun, Desa Gantar, Indramayu, Jawa Barat) menggantikan Adah Djaelani sejak tahun 1992.
Penyelewengannya terjadi ketika pucuk pimpinan NII dipegang Abu Toto. Ia mengubah beberapa ketetapan-ketetapan Komandemen yang termuat dalam kitab PDB (Pedoman Dharma Bakti) seperti menggantikan makna fai’ dan ghanimah yang tadinya bermakna harta rampasan dari musuh ketika terjadi peperangan (fisik), tetapi oleh Abu Toto diartikan sama saja, baik perang fisik maupun tidak. Artinya, harta orang selain NII boleh dirampas dan dianggap halal. Pemahaman ini tidak dicetuskan dalam bentuk ketetapan syura (musyawarah KW IX) dan juga tidak secara tertulis, namun didoktrinkan kepada jamaahnya. Sehingga jamaahnya banyak yang mencuri, merampok, dan menipu, namun menganggapnya sebagai ibadah, karena sudah diinstruksikan oleh ‘negara’.



TUGAS AGAMA ISLAM Makalah tentang Q.S Al Mu’minun ayat 99-106


TUGAS AGAMA ISLAM
Makalah tentang Q.S Al Mu’minun ayat 99-106








                                                               

                                                               

                                      

SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2015/2016





KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayahNya kepada penulis, yang pada kesempatan kali ini penulis dapat menuangkan tinta untuk mengukir ilmu pengetahuan yang sangat di butuhkan dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta semoga pula bermanfaat bagi pembaca.

Sholawat serta salam marilah selalu dan selalu kita hadirkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW sebagai uswah al-hasanah yang senantiasa di harapkan syafaatnya di hari kiamat.

Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada Bpk. Winarno Selaku guru pembimbing, untuk ridho dan barokah dari beliau sangat penulis harapkan menuju jalan ilmu yang manfaat. Terimah kasih juga atas semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.

Penulis sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga makalah atau ilmu ini bisa lebih senpurna dan bermanfaat bagi penulis, terlebih lagi bermanfaat bagi pembaca Amin.



Karanganyar,13 Nopember 2015


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam pertama, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih global di pembahasan Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril. Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan, kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah Pengertian Al-Qur’an ?
1.2.2        Apa Saja Nama-Nama Lain dari Al-Qur’an dan Nama-nama Suratnya ?
1.2.3        Bagaimana Kedudukan Al-Qur’an ?
1.2.4        Apa Saja Fungsi dari Al-Qur’an ?
1.2.5        Bagaimana Kodifikasi Al-Qur’an ?
1.2.6        Apa Saja Isi Yang Terkandung dalam Al-Qur’an ?
1.2.7        Apa Otoritas Al-Qur’an Sebagai Wahyu ?

1.3  Ruang Lingkup
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dan kitab suci yang berisi wahyu ilahi, serta hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang berupa pengertian, nama, kedudukan, fungsi, kandungan dan otoritas Al-Qur’an sebagai wahyu.



1.4  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4.1    Tujuan Penulisan
a.  Mengetahui Apa Pengertian Dari Al-Qur’an.
b.  Mengetahui apa saja isi dari surat Al Mu’minun ayat 99-106.
1.4.2    Manfaat Penulisan
a.    Untuk memenuhi tugas makalah Pendidikan Agama Islam.
b.    Untuk mengetahui Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam dan kitab suci yang berisi wahyu ilahi.
1.5  Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Ajaran Agama Islam
2.2 Pengertian Islam
2.3 Ajaran Islam
2.4 Pengertian Al-Qur’an
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Al-Qur’an
3.2 Tafsir Al Mu’minun ayat 99-115
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Simpulan








BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Ajaran Agama Islam
Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah aqidah, syariah dan akhlak. Ajaran Islam dituliskan di dalam Al-Qur’an dan hadis. Pokok Ajaran Islam sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam. Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu tauhid, taat dan baro’ah/berlepas diri. Inilah inti ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusiaPemaknaan konsep ajaran Islam dilakukan dengan tiga pokok yaitu : berserah diri kepada Allah dengan merealisasikan tauhid, tunduk dan patuh kepada Allah dengan sepenuh ketaatan, memusuhi dan membenci syirik dan pelakunya. Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah (utuh), tidak sepotong-potong atau sebagian. Islam mempunyai karakter sebagai agama yang penuh kemudahan yang termanifestasi secara total dalam setiap syari’atnya.

2.2  Pengertian Islam
Dalam bahasa Arab, Islām, al-islām, الإسلام berarti “berserah diri” dan merupakan suatu ”Dīn” yang berarti “aturan” atau “sistem” (QS Al-Maidah:83). Secara etimologis, Islam diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”, “salima” yang berarti “selamat sentausa” atau ”aslama-yuslimu-islaman” yang berarti menciptakan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan hidup dan kepasrahan kepada Allah.
2.3  Ajaran Islam
Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama Islam dapat dijelaskan sesuai hadist riwayat Muslim dibawah ini :
Dari Umar ra. juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah s.a.w suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah s.a.w) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah s.a.w, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilahi (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata, “anda benar“.
Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahukan aku tentang Iman?“ Lalu beliau bersabda, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata, “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentang ihsan ?“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata, “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah s.a.w) bertanya, “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim).
Hadits ini menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan serta memperhatikan isi Al Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah aqidah, syariah dan akhlak. Ditinjau dari ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :
1.      Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
2.      Sesuai firman yang berbunyi : ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS.51: 56)
3.      Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
4.      Sesuai firman yang berbunyi :
5.      ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
6.      Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
7.      Sesuai firman yang berbunyi : ”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”. (QS.11:61)
8.      Vera Micheles Dean dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu  :
a.       Islam is religion.
b.      Islam is political system.
c.       Islam is way of live.
d.      Islam is interpretation of history.
2.4   Pengertian Al-Qur’an
            Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup ( hidayah ) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah Allah kepada Nabi Muhammad setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berangsur - angsur selama 23 tahun. Turunya Al-Qur’an kepada beliau tidak menentu dari segi waktu dan keadaan. Kadangkala pada waktu musim panas dan adakalanya di musim dingin. Kadangkala malam hari tetapi sering pula turun di siang hari. Kadangkala dalam bepergian tetapi sering pula turun pada saat beliau tidak dalam bepergian. Semuanya itu Allah yang mengaturnya, bukan kehendak Rasulullah.
            Al-Qur’an adalah kalimat Allah yang sudah sempurna benar dan adil isinya. Tidaklah ada yang mengubah kalimat-kalimat Allah tersebut. Al-qur’an itu tidak lain hanyalah petunjuk semesta alam.
Menurut kebanyakan kitab ulumul Qur’an sebagai berikut:
Al-qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW untuk mengalahkan musuh dengan satu surah darinya, dan menerangkan akidah-akidah dan hukum-hukum.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, mengungkapkan falsafah dasar iqra sebagai surah pertama kali turun pada Nabi Muhammad Saw., menyimpulkan bahwa iqra (perintah membaca yang berakar kata qara’a diartikan membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan menyampaikan baik teks tertulis maupun ayat-ayat tidak tertulis). Jadi perintah membaca dalam konteks surah al-alaq ayat 1-5 adalah peintah menelaah ayat Al-Qur’an, alam raya, diri sendiri, masyarakat, majalah, Koran dan buku-buku lainya. Pengertian membaca menurut versi ini tentu sangat luas, tidak mengenal batasnya, baik menyangkut bacaan bersumber dari Allah (QS Al-Isra’[17]: 45) maupun bacaan bersumber dari produk manusia (QS Al-Isra’[17]: 14).
Secara istilahi (istilah) Al-Qur’an didefinisikan dalam ragam pandangan yang dilatarbelakangi oleh bidang ilmu masing-masing. Ada dua kelompok besar yang ahli dalam Al-Qur’an tetapi mempunyai perspektif ilmu yang berbeda, yaitu Ahli Kalam (mutakalim) dan Ahli Fikih (fuqaha). Menurut sebagian besar ahli kalam, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat qadim bukan makhluk, dan bersih dari sifat-sifat yang baru lafal-lafalnya bersifat azali yang berkesinambungan tanpa terputus-putus. Namun ada sebagian kecil ahli kalam yang mengatakan Al-Qur’an bersifat hadis (baru) dan makhluk. Perbedaan ini terletak pada sudut pandang hakikat Al-Qur’an yang dimaksud. Al-Qur’an dikatakan baru jika yang dimaksud adalah wujud fisik seperti yang tertulis berulang-ulang oleh manusia melalui suatu penerbitan. Sementara jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an sebagai wahyu Allah di lauh mahfuz atau hakikat bacaanya itu sendiri, maka Al-Qur’an tetap qadim.
Menurut ahli fiqih, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam bentuk mushaf berdasarkan penukilan secara mutawatir dan dianggap ibadah bagi yang membacanya. Definisi ahli fiqih ini yang disambut lebih positif oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia. Definisi ahli fiqih ini bagi kaum muslimin tidak mengandung pertentangan interpretasi.
Abdul Halim Mahmud, mempertegas eksistensi Al-Qur’an dengan mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat sebagai kitab yang keontetikannya selalu dijamin oleh Allah, sehingga para orientalis (orang barat yang mengkaji islam)pun tidak ada celah untuk meragukan keotentikan tersebut. Kalaupun ada orientalis yang meragukan, sebenarnya karena hanya ingin merusak ajaran Al-Qur’an dan membius umat islam agar ikut meragukannya. Sebab, jika dikaji secarajujur, alasan meragukan mereka, malah tujuan orientalis tersebut sangat subjektif, mengada-ada. Misalnya, Christhop Luxenberg menyangkal keaslian Al-Qur’an berbahasa arab, teks asli Al-Qur’an telah dimusnahkan oleh Khalifah Usman bin Affan, salinan Al-Qur’an banyak disalah artikan.
Menurut Al-Qur’an sendiri, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat jibril dengan lafal dan maknanya, (QS. Asy-Syu’ara[26]: 192-195). Lafal Al-Qur’an dalam bahasa arab sudah jelas dan maknanya sesuai dengan watak bahasa arab itu sendiri. Namun demikian, Al-Qur’an tetap maknanya dapat dipahami dalam berbagai bahasa manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an tetap konsisten dengan peranannya sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Dalam ayat lain ditegaskan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya tanggungan Allah mengumpulkan dalam dada Nabi dan membacakannya, (QS. AL-Qiyamah [75]:16-18). Dengan demikian, Al-Qur’an mutlak bersumber dari Allah dan isinya benar sebagai petunjuk bagi manusia.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Pengertian Al-Qur’an
3.1.1 Pengertian Al-Qur’an Etimologi (bahasa).
Secara bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab , yaitu qaraa-yaqrau-quraanan yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam Surah Al-Qiyamah ayat 17-18

(۱۸)  قُرْآنَهُ فَاتَّبِعْ قَرَأْنَاهُ فَإِذ   (۱۷)  وَقُرْآنَهُ جَمْعَهُ عَلَيْنَا إِنَّ

Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamaah 17-18)

3.1.2 Pengertian Al-Quran Terminologi (istilah).
a.       Menurut Manna’ Al-Qhattan :

بِتِلَاوَتِهِ اَلْمُتَعَبَدُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ صَلَّي مُحَمَّدٍ عَلَي  المُنَزًّلُ اللهِ كَلَامُ

Artinya : kitab Allah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya memperoleh pahala.

b.      Menurut Al-Jurjani :

شُبْهَةٍ بِلَا مُتَوَاتِرًا نَقْلًا عَنْهُ اَلْمَنْقُولُ الْمَصَاحِفِ المَكْتُوبِ فِى  الرَّسُولِ عَلَى اَلْمُنَزَّلُ  هُوَ

Artinya : yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawattir tanpa keraguan.

c.       Menurut kalangan pakar ushul fiqh, fiqh, dan bahasa Arab :
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai ibadah, diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai pada surat An-Nass.


3.2 Tafsir Al Mu’minun : 99-115
Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia).
Agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.
Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan.
Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?
Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat.
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzalim.”
Allah berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.
Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia): “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka.
Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.”
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”
Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”
Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.”
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(Al Mu’minun : 99 – 115)






Allah Ta’ala mengkhabarkan keadaan orang-orang yang menjelang maut, dari kalangan orang-orang kafir atau mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan -pent) dalam melaksanakan perintah Allah. Perkataan mereka merupakan permohonan agar dikembalikan ke dunia, untuk memperbaiki kejelekan-kejelekan yang telah mereka perbuat selama hidup. Allah Ta’ala menyebutkan permohonan mereka untuk kembali, maka Dia tidak mengabulkannya tatkala maut telah menjemput, hari kebangkitan telah tiba, dan bumi telah sampai pada masanya. Ketika itu mereka divonis masuk dalam api neraka, dan sekarat dalam kondisi berada dalam adzab. Maka dikatakan ‘Kalla, tidak”, yaitu bentuk kata penolakan yang artinya : tidak kami penuhi apa yang mereka minta, tidak pula kami terima amalan mereka.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.”. Inilah ancaman untuk orang-orang zhalim yang sedang sekarat tersebut dengan siksa kubur. Yaitu terus menerus diadzab hingga hari kebangkitan kelak.
Kemudian jika hari kebangkitan telah tiba, ditandai dengan telah ditiupnya sangkakala, manusia akan bangkit dari kuburnya. Tidak akan bermanfaat hubungan nasab pada hari itu, hingga tidak ada orangtua yang meratapi dan memeluk anaknya. Maka barangsiapa yang kebaikannya lebih banyak, sungguh ia berada dalam keberuntungan yang besar. Adapun barangsiapa yang lebih berat timbangan keburukannya, sungguh ia telah gagal dan merugi. Kemudian digiringlah mereka ke dalam jahannam dengan jilatan apinya sebagai balasan.
Kemudian Allah Ta’ala mengalahkan argumen yang disusun oleh orang-orang kafir, para pendosa, orang-orang yang gemar melakukan keharaman dan dosa besar, dengan mengatakan, “Telah diutus bagi kalian para Rasul, telah diturunkan untuk kalian kitab-kitab, dan tidak tersisa bagi kalian satu pun hujjah.” Mereka kemudian tidak menemukan celah lagi untuk lari, akan tetapi meminta untuk dikembalikan ke dunia lagi. Maka permohonan tersebut tidak dikabulkan karena tidak ada lagi jalan keluar, bahkan dikatakan kepada mereka,  “Tetaplah di tempatmu wahai orang-orang yang jelek dan hina, dan jangan kembali meminta hal itu, karena sesungguhnya Aku tidak akan mengabulkan yang demikian itu”. Maka tidak ada lagi sekelompok orang yang berkata seperti itu, melainkan bagi mereka musibah dan kesedihan di neraka jahannam.
Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan dosa-dosa mereka selama di dunia, yaitu memperolok hamba-hamba yang mukmin dan wali-wali dari kalangan orang yang bertaqwa. Mereka pun tersibukkan dari bermuamalat terhadap Rabb mereka. Maka itulah hari keadilan, dibalaslah kekufuran dan penghinaan mereka dengan lahapan api neraka, sementara itu balasan sebaliknya bagi orang-orang bertaqwa ialah hari kebahagiaan dan keselamatan berupa diselamatkannya mereka dari api neraka.
Kemudian diberitakan pula tentang umur pendek yang mereka sia-siakan di dunia, dengan tidak menaati Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya semata. Seandainya mereka bersabar selama di dunia, niscaya mereka akan beruntung sebagaimana wali-wali Allah dari kalangan orang-orang bertaqwa. Akan tetapi mereka terlenakan dengan fananya dunia sehingga menyangka bahwa mereka diciptakan bukan dengan maksud dan tujuan apa-apa, tidak ada kehendak maupun hikmah dari penciptaan mereka. Itulah bentuk pengingkaran mereka terhadap hari kebangkitan.
Allah mensucikan diri-Nya dari segala bentuk penciptaan yang sia-sia. Dialah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Benar dan suci dari segala kekurangan. Tiada Ilah yang haq selain Dia, Rabb Arsy yang mulia.
(Bahjatun Nazhirin, hal. 629-631)


BAB IV KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah kita sebagai hamba Allah SWT harus senantiasa mengamalkan ajaran-ajarannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diberikan Allah SWT sebaik-baiknya.